Rabu, 02 Januari 2013

WAHYU DAN AKAL


Pengertian Akal Dan Wahyu
Akal adalah suatu peralatan rohaniah manusia yang berfungsi untuk membedakan yang salah dan yang benar serta menganalisis sesuatu yang kemampuannya sangat tergantung luas pengalaman dan tingkat pendidikan, formal maupun informal, dari manusia pemiliknya.
Jadi, akal bisa didefinisikan sebagai salah satu peralatan rohaniah manusia yang berfungsi untuk mengingat, menyimpulkan, menganalisis, menilai apakah sesuai benar atau salah. Akal berasal dari bahasa Arab 'aql yang secara bahasa berarti pengikatan dan pemahaman terhadap sesuatu. Pengertian lain dari akal adalah daya pikir (untuk memahami sesuatu), kemampuan melihat cara memahami lingkungan, atau merupakan kata lain dari pikiran dan ingatan. Dengan akal, dapat melihat diri sendiri dalam hubungannya dengan lingkungan sekeliling, juga dapat mengembangkan konsepsi-konsepsi mengenai watak dan keadaan diri kita sendiri, serta melakukan tindakan berjaga-jaga terhadap rasa ketidakpastian yang esensial hidup ini. Akal fikiran tidak hanya digunakan untuk sekedar makan, tidur, dan berkembang biak, tetapi akal juga mengajukan beberapa pertanyaan dasar tentang asal-usul, alam dan masa yang akan datang. Kemampuan berfikir mengantarkan pada suatu kesadaran tentang betapa tidak kekal dan betapa tidak pastinya kehidupan ini.
Menurut bahasa Wahyu berarti pemberian isyarat, pembicaraan dengan rahasia, menggerakkan hati. Sedangkan secara terminology wahyu berarti pemberitahuan Allah kepada nabi-NYA  yang berisi penjelasan dan petunjuk kepada jalan-NYA yang lurus. Selanjutnya dijelaskan lebih dalam bahwa pengertian makna wahyu meluas menjadi beberapa makna, diantaranya adalah sebagai: 
·         Perintah
·         Isyarat, seperti yang terjadi pada kisah Zakaria
Zakaria berkata: "Ya Tuhanku, berilah aku suatu tanda." Tuhan berfirman: "Tanda bagimu ialah bahwa kamu tidak dapat bercakap-cakap dengan manusia selama tiga malam, padahal kamu sehat." Maka ia keluar dari mihrab menuju kaumnya, lalu ia memberi isyarat kepada mereka; hendaklah kamu bertasbih di waktu pagi dan petang." (Maryam 10-11)
·         Ilham secara kodrati dan insting
Ustad Muhammad Abduh mendefinisikan wahyu di dalam Risalah at-Tauhid adalah pengetahuan yang didapat oleh seseorang dari dalam dirinya dengan disertai keyakinan bahwa pengetahuan itu datang dari Allah melalui perantara ataupun tidak.
Perlunya wahyu menurut akal
Salah satu hal yang penting mendapatkan penjelasan oleh akal melalui wahyu Tuhan adalah konsep Khilafah. Konsep Khilafah yang berasaskan wahyu memberikan wewenang kepada akal atau rasio dalam usaha mencapai tujuannya. Asas yang dimaksud adalah asas Taklif. Akan tetapi bukan sekedar tipologi taklif yang diserahkan begitu saja dalam realita kehidupan manusia. Banyak eksperimen sejarah membuktikan bahwa aplikasi sebuah paham, madzhab, dan tata kehidupan yang ada dalam kehidupan manusia kurang mencapai sasaran dikarenakan factor menjamurnya problematika yang kadang-kadang disebabkan oleh keracunan asas teoritisnya.
Adapun peran akal atau rasio dalam mendukung konsep khilafah meliputi dua periode yang tidak dapat dipisahkan. Akan tetapi, peran tersebut memiliki perbeeaan dari sisi jenisnya yaitu periode pemahaman dan periode aplikasinya dalam realita. Periode pemahaman erat kaitannya dengan proses interaksi akal terhadap wahyu sebagai wahana dalam menunjukan maksud Allah. Sedangkan nash tidak lain hanyalah symbol linguistic yang mempunyai kekuatan hukum untuk membatasi apa yang sewajarnya dilakukan oleh seluruh manusia di setiap zaman.
Percampuradukkan atara dua periode ini, dan mengesampingkan peran masing-masing substansinya dalam upaya menggali, memperlihatkan, dan memaksimalkan kerja akan mengakibatkan ketimpangan produk setiap khilafah.
1.      Realitas pemahaman.
Wahyu dalam kaitan ini adalah Al-Qur’an sebagai pembatas konsep khilafah dengan teks-teks linguistik bahasa Arab adalah nash-nashyang memuat asas undang-undang dalam skala hukum secara global, baik itu perintah dan larangan yang mempunyai korelasi erat dengan amal manusia, yaitu amal yang harus ditinggalkan, sesuai dengan tingkatan amal manusia tanpa terikat oleh waktu dan tempat.
2.      Asas-asas pemahaman akal
Agar dapat mengalokasikan perannya dengan optimal, akal atau rasio harus berlandaskan pada asas yang dapat mengantarkannya menuju ke pemahaman. Asas tersebut, secara umum, dikembalikan kepada factor karakteristik wahyu atau kepada karakteristik akal.
Diantara asas-asas tersebut adalah sebagai berikut:
a.       Asas bahasa
Hal ini berkaitan bahwa undang-undang linguistic memberikan perhatian yang serius dalam sisi pengungkapan (tabir). Hal itu karena wahyu turun dalam bahasa Arab. Tabiat bahasa Arab adalah mengikatkan atau memesankan secara umum, namun yang dimaksud adalah zahirnya.
b.      Asas maksud dan tujuan
Allah dalam menurunkan wahyu mempunyai tujuan yang erat kaitannya dengan segi-segi kemanusiaan. Imam Asy-Syathibi menguraikan urgensi maksud ini menjadi lima:
 1.      Menjaga agama
2.      Menjaga jiwa
3.      Menjaga keturunan
4.      Menjaga akal atau rasio
5.      Menjaga harta
Maksud dan tujuan tersebut di dukung dengan turunnya wahyu dalam merealisasikan tujuan kemaslahatan manusia.
c.       Asas keadaan
Wahyu (Al-Qur’an) turun secara berangsur-angsur dalam tempo 23 tahun. Imam Asy-Syathibi menjelaskan bahwa tidak semua kondisi dapat diterima atau disampaikan dan tidak semua konteks mempunyai kesesuaian dengan kalimat yang tersurat. Kalau seandainya ada sebagian konteks yang tertinggal maka hilang pula pemahaman kalimat secara global atau salah satunya. Dan, mengetahui sebab-sebab dapat menghilangkan segala ketimpangan dalam format semacam ini. Diantaranya adalah mengetaui adat orang Arab baik bahasa, aktivitas, serta situasi dan kondisi saat diturunkannya ayat atau surat tersebut.
d.      Asas integral
Wahyu, baik Al-Qur’an maupun hadits, sebagai kitab Allah kepada hamba-NYA adalah kesatuan integral yang merangkai konsep khilafah bagi manusia.
e.       Asas rasio
Rasio yang dimaksud bukanlah apa yang tersusun dalam akal manusia atau manthiq secara fitrah yang memola dasar setiap pemahaman. Namun, yang dimaksud adalah sesuatu yang dapat mengantarkan rasio manusia dari beragam ilmu dan pengetahan sebagai produk dari sebuah pengamatan dan penelitian. Ilmu pengetahuan ini mempunyai kemungkinan untuk dijadikan sebagai dasar dalam memehami  maksud Allah dalam nash-nash wahyu.
DAFTAR PUSTAKA
 An-Najar, Abdul Majid. 1993. Khilafah-tinjauan wahyu dan akal. Cet. 2. Beirut, dar al-Gharb al-Islami. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar