Sabtu, 19 Mei 2012

Makalah Perkembangan Peserta Dididk : Perkembangan moral dan keagamaan remaja


MAKALAH
PERKEMBANGGAN PESERTA DIDIK
PErkembangan moral dan keagamaan remaja



DISUSUN OLEH :
Avit santoso
ACC 111 0006


PROGAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS KEGUURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNVERSITAS PALANGKA RAYA




Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang maha pengasih dan maha penyayang, karena atas berkat dan rahmatnya penulisan makalah dapat terselesaikan dan terwujud. makalah ini di susun untuk dijadikan referensi yang lengkap dan menyeluruh tentang Perkembangan moral  dan keagamaan remaja.
Makalah ini di susun secara khusus untuk memenuhi tugas Perkembangan Peserta Didik, penyusunannya dilakukan secara individu. Substansi yang terdapat dalam makalah berasal dari beberapa referensi buku dan literatur-literatur lain,.di tambah juga dari sumber-sumber lain yang berasal dari media elektronik melaui pengambilan bahan dari internet sistematika penyusunan makalah ini terbentuk melalui kerangka yang berdasarkan acuan atau bersumber dari buku ataupun literature lain dengan mengembangkan substansi yang ada untuk kemudian di rangkai secara terstruktur dengan benar.
Makalah  yang berjudul Perkembangan moral  dan keagamaan remaja.  ini dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran bagi mahasiswa, dosen, atau masyarakat umum dan juga sebagai bahan pembanding dengan makalah lain yang secara substansial mempunyai kesamaan. Tentunya dari isi maupun konstruksi yang ada dalam makalah ini yang merupakan tugas mata kuliah Perkembangan Peserta Didik banyak terdapat kekurangan, oleh karena itu kami selaku penyusun mohon maaf yang sebesar-besarnya.Untuk itu, penulismengharapkan saran dan tanggapan agar dapat menyempurnakan makalah ini. Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua

                                                                                                                                          Palangkaraya,   Mei2012

Penyusun 


 







DAFTAR ISI
Kata Pengantar…………………………………………………………………………….
Daftar Isi…………………………………………………………………………………..
Bab I
Pendahuluan………………………………………………………………………………
A.    Latar Belakang …………………………………………………………………….
B.     Rumusan Masalah………………………………………………………………….
C.     Prosedur Pemecahan Masalah……………………………………………………..
D.    Sistematika Pembahasan…………………………………………………………
E.     Manfaa…………………………………………………………………………….

Bab II
Pembahasan………………………………………………………………………………
A.      Pengertian remaja
B.      Perkembangan moral remaja
C.      Perkembangan agama remaja
D.      
E.       

Bab III
Penutup……………………………………………………………………………………………………………….
A.      Kesimpulan…………………………………………………………………………………………………
B.      Saran…………………………………………………………………………………………………………..
Daftar Pustaka……………………………………………………………………………………………………….

BAB  I
PENDAHULUAN


A. LATAR BELAKANG MASALAH

Salah satu tugas perkembangan yang harus dikuasai remaja adalah mempelajari apa yang diharapkan oleh kelompok dari padanya dan kemudian mau membentuk perilakunya agar sesuai dengan harapan sosial tanpa terus dibimbing, diawasi didorong dan diancam hukuman seperti yang dialami waktu anak-anak.
Fase remaja merupakan segmen perkembangan individu yang sangat penting, yang diawali dengan matangnya organ-organ fisik (seksual) sehingga mampu berproduksi. Salzman mengemukakan, bahwa remaja merupakan masa perkembangan sikap tergantung (dependence) terhadap orang tua ke arah kemandirian (independence), minat-minat seksual, perenungan diri, dan perhatian terhadap nilai-nilai estetika dan isu-isu moral.

B. RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan latar belakang masalah, maka masalah “Perkembangan Moral dan Keagamaan Remaja” dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana perkembangan moral remaja?
2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi perkembangan moral remaja?
3. Bagaimana pula perkembangan keagamaan remaja?

C. PROSEDUR PEMECAHAN MASALAH


Pemecahan masalah yaitu langkah-langkah yang ditempuh dengan pendekatan Metode Library Research (kepustakaan) dan juga ditambah dengan data-data yang di ambil dari internet yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas.

D. SISTEMATIKA PEMBAHASAN

Makalah ini terdiri dari tiga bab, yaitu pertama Pendahuluan meliputi latar belakang masalah, perumusan masalah, proses pemecahan masalah dan sistematika pembahasan dan kegunaan pembahasan. Bab dua berisi pembahasan sedangkan bab tiga berisi penutup.

E. MANFAAT PENULISAN


Adapun Manfaat penulisan Makalah ini adalah sebagai berikut :
·         Merupakan wahana latihan pengembangan ilmu pengetahuan dan ketrampilan dalam   pembuatan Karya Tulis Ilmiah.
·         Dengan adanya pembahasan ini tentunya kita semua akan semakin memperkaya ilmu pengetahuan khususnya tentang perkembangan moral dan perkembangan remaja.
·          Memberikan informasi kepada masyarakat luas


















BAB  II
PEMBAHASAN

A . PENGERTIAN REMAJA
            Kata remaja berasal dari kata latin yaitu adolescere yang berarti to grow atau to maturity. Definisi dari remaja adalah periode perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Perkembangan ini meliputi perubahan-perubahan yang berhubungan dengan perkembangan psikoseksual, dan juga terjadi pada perubahan dalam hubungannya dengan orang tua dan cita-cita mereka. Remaja merupakan masa yang labil, dimana mereka sedang mencari jatidiri mereka, dan merekalah yang menentukan mau ke arah mana mereka esok hari.
Istilah remaja mengandung arti yang cukup luas, menurut Piaget (dalam Muhammad Ali dan M. Astori, mengatakan bahwa:
Remaja masih suatu usia dimana individu menjadi terintegrasi kedalam masyarakat dewasa dan suatu usia dimana anak tidak merasa bahwa dirinya berada dibawah tingkat orang yang lebih tua melainkan merasa sama atau paling tidak sejajar. Masa remaja merupakan masa transisi yang menginginkan sesuatu yang baru.
Sedangkan menurut Sarlito Wirawan Sarwono, “Remaja adalah periode peralihan kemasa dewasa” dimana mereka seyogyanya mulai mempersiapkan diri menuju kehidupan dewasa.
Jadi remaja adalah individu yang berumur 12 sampai 21 tahun dimana seorang mengalami saat kritis sebab akan menginjak masa dewasa, remaja berada dalam masa peralihan dari anak-anak kemasa dewasa. Peningkatan emosional remaja yang terjadi secara cepat pada masa remaja awal yang dikenal sebagai masa storm dan stress.
                    







B. PERKEMBANGAN MORAL REMAJA
Istilah moral berasal dari kata Latin “mos” (Moris), yang berarti adat istiadat, kebiasaan, peraturan/niali-nilai atau tata cara kehidupan. Sedangkan moralitas merupakan kemauan untuk menerima dan melakukan peraturan, nilai-nilai atau prinsip-prinsip moral. Nilai-nilai moral itu, seperti:
1.      Seruan untuk berbuat baik kepada orang lain, memelihara ketertiban dan keamanan, memelihara kebersihan dan memelihara hak orang lain, dan
2.      Larangan mencuri, berzina, membunuh, meminum-minumanan keras dan berjudi.
Seseorang dapat dikatakan bermoral, apabila tingkah laku orang tersebut sesuai dengan nilai-nilai moral yang dijunjung tinggi oleh kelompok sosialnya. Sehingga tugas penting yang harus dikuasai remaja adalah mempelajari apa yang diharapkan oleh kelompok daripadanya dan kemudian mau membentuk perilakunya agar sesuai dengan harapan sosial tanpa terus dibimbing, diawasi, didorong, dan diancam hukuman seperti yang dialami waktu anak-anak.
Remaja diharapkan mengganti konsep-konsep moral yang berlaku umum dan merumuskannya ke dalam kode moral yang akan berfungsi sebagai pedoman bagi perilakunya. Tidak kalah pentingnya, sekarang remaja harus mengendalikan perilakunya sendiri, yang sebelumnya menjadi tanggung jawab orang tua dan guru. Mitchell telah meringkaskan lima perubahan dasar dalam moral yang harus dilakukan oleh remaja yaitu :
a.       Pandangan moral individu semakin lama semakin menjadi lebih abstrak dan kurang konkret.
b.      Keyakinan moral lebih berpusat pada apa yang benar dan kurang pada apa yang salah. Keadilan muncul sebagai kekuatan moral yang dominan.
c.       Penilaian moral menjadi semakin kognitif. Ia mendorong remaja lebih berani menganalisis kode sosial dan kode pribadi dari pada masa anak-anak dan berani mengambil keputusan terhadap berbagai masalah moral yang dihadapinya.
d.      Penilaian moral menjadi kurang egosentris.
e.       Penilaian moral secara psikologis menjadi lebih mahal dalam arti bahwa penilaian moral merupakan bahan emosi dan menimbulkan ketegangan psikologis.
Pada masa remaja, laki-laki dan perempuan telah mencapai apa yang oleh Piaget disebut tahap pelaksanaan formal dalam kemampuan kognitif. Sekarang remaja mampu mempertimbangkan semua kemungkinan untuk menyelesaikan suatu masalah dan mempertanggungjawabkannya berdasarkan suatu hipotesis atau proporsi. Jadi ia dapat memandang masalahnya dari berbagai sisi dan menyelesaikannya dengan mengambil banyak faktor sebagai dasar pertimbangan.
Menurut Kohlberg, tahap perkembangan moral ketiga, moral moralitas pascakonvensional harus dicapai selama masa remaja.tahap ini merupakan tahap menerima sendiri sejumlah prinsip dan terdiri dari dua tahap. Dalam tahap pertama individu yakin bahwa harus ada kelenturan dalam keyakinan moral sehingga dimungkinkan adanya perbaikan dan perubahan standar apabila hal ini menguntungkan anggota-anggota kelompok secara keseluruhan. Dalam tahap kedua individu menyesuaikan dengan standar sosial dan ideal yang di internalisasi lebih untuk menghindari hukuman terhadap diri sendiri daripada sensor sosial. Dalam tahap ini, moralitas didasarkan pada rasa hormat kepada orang-orang lain dan bukan pada keinginan yang bersifat pribadi .Ada tiga tugas pokok remaja dalam mencapai moralitas remaja dewasa, yaitu:
1.      Mengganti konsep moral khusus dengan konsep moral umum.
2.       Merumuskan konsep moral yang baru dikembangkan ke dalam kode moral sebagai kode prilaku.
3.      Melakukan pengendalian terhadap perilaku sendiri.
Perkembangan moral adalah salah satu topik tertua yang menarik minat mereka yang ingin tahu mengenai sifat dasar manusia. Kini kebanyakan orang memiliki pendapat yang kuat mengenai tingkah laku yang dapat diterima dan yang tidak dapat di terima, tingkah laku etis dan tidak etis, dan cara-cara yang harus dilakukan untuk mengajarkan tingkah laku yang dapat diterima dan etis kepada remaja.
Perkembangan moral (moral development) berhubungan dengan peraturan-peraturan dan nilai-nilai mengenai apa yang harus dilakukan seseorang dalam interaksinya dengan orang lain. Anak-anak ketika dilahirkan tidak memiliki moral (imoral). Tetapi dalam dirinya terdapat potensi yang siap untuk dikembangkan. Karena itu, melalui pengalamannya berinteraksi dengan orang lain (dengan orang tua, saudara dan teman sebaya), anak belajar memahami tentang perilaku mana yang baik, yang boleh dikerjakan dan tingkah laku mana yang buruk, yang tidak boleh dikerjakan.
Teori Psikoanalisis tentang perkembangan moral menggambarkan perkembangan moral, teori psikoanalisa dengan pembagian struktur kepribadian manusia menjadi tiga, yaitu id, ego, dan superego. Id adalah struktur kepribadian yang terdiri atas aspek biologis yang irasional dan tidak disadari. Ego adalah struktur kepribadian yang terdiri atas aspek psikologis, yaitu subsistem ego yang rasional dan disadari, namun tidak memiliki moralitas. Superego adalah struktur kepribadian yang terdiri atas aspek social yang berisikan system nilai dan moral, yang benar-benar memperhitungkan “benar” atau “salahnya” sesuatu.
Hal penting lain dari teori perkembangan moral Kohlberg adalah orientasinya untuk mengungkapkan moral yang hanya ada dalam pikiran dan yang dibedakan dengan tingkah laku moral dalam arti perbuatan nyata. Semakin tinggi tahap perkembangan moral sesorang, akan semakin terlihat moralitas yang lebih mantap dan bertanggung jawab dari perbuatan-perbuatannya.

B. PERKEMBANGAN KEAGAMAAN REMAJA

Latar belakang kehidupan keagamaan remaja dan ajaran agamanya berkenaan dengan hakekat dan nasib manusia, memainkan peranan penting dalam menentukan konsepsinya tentang apa dan siapa dia, dan akan menjadi apa dia. Agama, seperti yang kita temukan dalam kehidupan sehari-hari, terdiri atas suatu sistem tentang keyakinan-keyakinan, sikap-sikap dan praktek-praktek yang kita anut, pada umumnya berpusat sekitar pemujaan.
Dari sudut pandangan individu yang beragama, agama adalah sesuatu yang menjadi urusan terakhir baginya. Artinya bagi kebanyakan orang, agama merupakan jawaban terhadap kehausannya akan kepastian, jaminan, dan keyakinan tempat mereka melekatkan dirinya dan untuk menopang harapan-harapannya.
Dari sudut pandangan sosial, seseorang berusaha melalui agamanya untuk memasuki hubungan-hubungan bermakna dengan orang lain, mencapai komitmen yang ia pegang bersama dengan orang lain dalam ketaatan yang umum terhadapnya.bagi kebanyakan orang, agama merupakan dasar terhadap falsafah hidupnya.
Penemuan lain menunjukkan, bahwa sekalipun pada masa remaja banyak mempertanyakan kepercayaan-kepercayaan keagamaan mereka, namun pada akhirnya kembali lagi kepada kepercayaan tersebut. Banyak orang yang pada usia dua puluhan dan awal tiga puluhan, tatkala mereka sudah menjadi orang tua, kembali melakukan praktek-praktek yang sebelumnya mereka abaikan (Bossard dan Boll, 1943). Bagi remaja, agama memiliki arti yang sama pentingnya dengan moral. Bahkan, sebagaiman dijelaskan oleh Adams & Gullotta (1983), agama memberikan sebuah kerangka moral, sehingga membuat seseorang mampu membandingkan tingkah lakunya. Agama dapat menstabilkan tingkah laku dan bias memberikan penjelasan mengapa dan untuk apa seseorang berada didunia ini. Agama memberikan perlindungan rasa aman, terutama bagi remaja yang tengah mencari eksistensi dirinya.
Dibandingkan dengan masa awal anak-anak misalnya, keyakinan agama remaja telah mengalami perkembangan yang cukup berarti. Kalau pada masa awal anak-anak ketika mereka baru memiliki kemampuan berpikir simbolik. Tuhan dibayangkan sebagai person yang berada diawan, maka pada masa remajamereka mungkin berusaha mencari sebuah konsep yang lebih mendalam tentang Tuhan dan eksistensi. Perkembangan pemahaman remaja terhadap keyakinan agama ini sangat dipengaruhi oleh perkembangan kognitifnya.
Oleh karena itu meskipun pada masa awal anak-anak ia telah diajarkan agama oleh orang tua mereka, namun karena pada masa remaja mereka mengalami kemajuann dalam perkembangan kognitif, mereka mungkin mempertanyakan tentang kebenaran keyakinan agama mereka sendiri. Sehubungan dengan pengaruh perekembangan kognitif terhadap perkembangan agama selama masa remaja ini. Dalam suatu studi yang dilakukan Goldman (1962) tentang perkembangan pemahaman agama anak-anak dan remaja dengan latar belakang teori perkembangan kognitif Piaget, ditemukan bahwa perkembangan pemahaman agama remaja berada pada tahap 3, yaitu formal operational religious thought, di mana remaja memperlihatkann pemahaman agama yang lebih abstrak dan hipotesis. Peneliti lain juga menemukan perubahan perkembangan yang sama, pada anak-anak dan remaja. Oser & Gmunder, 1991 (dalam Santrock, 1998) misalnya menemukan bahwa remaja usia sekitar 17 atau 18 tahun makin meningkat ulasannya tentang kebebasan, pemahaman, dan pengharapan konsep-konsep abstrak ketika membuat pertimbangan tentang agama.
Apa yang dikemukakan tentang perkembangan dalam masa remaja ini hanya merupakan cirri-ciri pokoknya saja. James Fowler (1976) mengajukan pandangan lain dalam perkembangan konsep religius. Indiduating-reflexive faith adalah tahap yang dikemukakan Fawler, muncul pada masa remaja akhir yang merupakan masa yang penting dalam perkembangan identitas keagamaan. Untuk pertama kalinya dalam hidup mereka, individu memiliki tanggung jawab penuh atas keyakinan religius mereka. Sebelumnya mereka mengandalkan semuanya pada keyakinan orang tuanya.
Salah satu area dari pengaruh agama terhadap perkembangan remajaadalah kegiatan seksual. Walaupun keanakaragaman dan perubahan dalam pengajaran menyulitkan kita untuk menentukan karakteristik doktrin keagamaan, tetapi sebagian besar agama tidak mendukung seks pranikah. Oleh karena itu, tingkat keterlibatan remaja dalam organisai keagamaan mungkin lebih   penting dari pada sekedar keanggotaan mereka dalam menentukan sikap dan tingkah laku seks pranikah mereka. Remaja yang sering menghadiri ibadat keagamaan dapat mendengarkan pesan-pesan untuk menjauhkan diri dari seks.
Remaja masa kini menaruh minat pada agama dan menganggap bahwa agama berperan penting dalam kehidupan. Minat pada agama antara lain tampak dengan dengan membahas masalah agama, mengikuti pelajaran-pelajaran agama di sekolah dan perguruan tinggi, mengunjungi tempat ibadah dan mengikuti berbagai upacara agama.
Sejalan dengan perkembangan kesadaran moralitas, perkembangan penghayatan keagamaan, yang erat hubungannya dengan perkembangan intelektual disamping emosional dan volisional (konatif) mengalami perkembangan.


Para ahli umumnya (Zakiah Daradjat, Starbuch, William James) sependapat bahwa pada garis besarnya perkembangan penghayatan keagamaan itu dapat di bagi dalam tiga tahapan yang secara kulitatif menunjukkan karakteristik yang berbeda. Adapun penghayatan keagamaan remaja adalah sebagai berikut:
1). Masa awal remaja (12-18 tahun) dapat dibagi ke dalam dua sub tahapan sebagai berikut:
·         Sikap negatif (meskipun tidak selalu terang-terangan) disebabkan alam pikirannya yang kritis melihat kenyataan orang-orang beragama secara hipocrit (pura-pura) yang pengakuan dan ucapannya tidak selalu selaras dengan perbuatannya.
·         Pandangan dalam hal ke-Tuhanannya menjadi kacau karena ia banyak membaca atau mendengar berbagai konsep dan pemikiran atau aliran paham banyak yang tidak cocok atau bertentangan satu sama lain.
·         Penghayatan rohaniahnya cenderung skeptic (diliputi kewas-wasan) sehingga banyak yang enggan melakukan berbagai kegiatan ritual yang selama ini dilakukannya dengan kepatuhan.
2). Masa remaja akhir yang ditandai antara lain oleh hal-hal berikut ini:
·         Sikap kembali, pada umumnya, kearah positif dengan tercapainya kedewasaan intelektual, bahkan agama dapat menjadi pegangan hidupnya menjelang dewasa.
·         Pandangan dalam hal ke-Tuhanan dipahamkannya dalam konteks agama yang dianut dan dipilihnya.
·         Penghayatan rohaniahnya kembali tenang setelah melalui proses identifikasi dan merindu puja ia dapat membedakan antara agama sebagai doktrin atau ajaran dan manusia penganutnya, yang baik shalih) dari yang tidak. Ia juga memahami bahwa terdapat berbagai aliran paham dan jenis keagamaan yang penuh toleransi seyogyanya diterima sebagai kenyataan yang hidup didunia ini.


Menurut Wagner (1970) banyak remaja menyelidiki agama sebagai suatu sumber dari rangsangan emosial dan intelektual. Para pemuda ingin mempelajari agama berdasarkan pengertian intelektual dan tidak ingin menerimanya secara begitu saja. Mereka meragukan agama bukan karena ingin manjadi agnostik atau atheis, melainkan karena ingin menerima agama sebagai sesuatu yang bermakna berdasarkan keinginan mereka untuk mandiri dan bebas menentukan keputusan-keputusan mereka sendiri.
BAB III

KESIMPULAN
Seseorang dapat dikatakan bermoral, apabila tingkah laku orang tersebut sesuai dengan nilai-nilai moral yang dijunjung tinggi oleh kelompok sosialnya. Sehingga tugas penting yang harus dikuasai remaja adalah mempelajari apa yang diharapkan oleh kelompoknya.
Ada tiga tugas pokok remaja dalam mencapai moralitas remaja dewasa, yaitu:
1.      Mengganti konsep moral khusus dengan konsep moral umum.
2.      Merumuskan konsep moral yang baru dikembangkan ke dalam kode moral sebagai kode prilaku.    
3.      Melakukan pengendalian terhadap perilaku sendiri.

 

 






 

DAFTAR PUSTAKA


Cahyadi, Ani, 2006, Psikologi Perkembangan. Ciputat : Press GroupDesmita,

Daradjat, Zakiah.2007. Psikologi  perkembangan.Bandung : Rosda Karya.      

Fatimah
, Enung. 2006. Psikologi Perkembangan, Bandung : Pustaka Setia.

Hamalik Oemar, 1995. Psikologi Remaja (dimensi-dimensi perkembangan)
. Bandung: Maju Mundur.

Hartati
, Netty. 2004. Islam dan Psikologi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Hurlock, Elizabeth B. 1980.Psikologi Perkembangan
.New York: McGraw-Hill, Inc.

Nurihsan, Juntika, 2007. Perkembangan Peserta Didik
.Bandung : Sekolah Pasca Sarjana UPI.

Panuju, Panut, 1999
. Psikologi Remaja.Yogyakarta : Tiara Wacana Yogya.

Santrock, John W. 1996
.Adolescence (Perkembangan Remaja). The University of at Dallas:
              Times Mirror  .

Santrock, John W, 1983
. Life-Span Development (Perkembangan Masa Hidup).
               University of Texas at Dallas: Brown and Bench-mark.

Yusuf, Syamsu, 2007. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja
. Bandung: Rosda Karya.




Kamis, 10 Mei 2012

keruntuhan moral dan akhlak remaja dan Penyelesainnya


              Alam remaja merupakan satu tahap kritikal dalam kehidupan manusia, iaitu tempoh peralihan daripada alam kanak-kanak kepada alam dewasa. Pada peringkat inilah seseorang mula bertindakbalas kepada tuntutan emosi untuk mencari identiti dan penampilan tersendiri. Ahli psikologi mengistilahkan alam remaja sebagai ‘umur emosi’ (emotional age ) kerana di peringkat mencari identiti , mereka sering berhadapan dengan konflik diri di mana wujud dua pertembungan iaitu antara sifat kanak-kanak dan keinginan serta kebimbangan untuk menempuhi alam dewasa. Tetapi kini, remaja telah terlalu jauh meninggalkan batas keperibadiannya serta melupakan nilai-nilai etika dan moral yang sepatutnya tersemai di dalam diri mereka.
Dewasa ini, keruntuhan moral dan akhlak remaja berada pada tahap yang agak membimbangkan. Oleh itu timbul persoalan di sini, adakah nilai-nilai murni yang disemai dan dipelihara sudah lusuh rentetan daripada pemodenan mental dan kebendaan. Apakah mereka tidak mampu untuk mengadaptasikannya dengan perubahan budaya barat ( westernization ) yang pesat melanda negara kita ?


              Belakangan ini terlalu banyak diperkatakan isu yang berkaitan dengan masalah sosial yang melibatkan remaja. Pelbagai andaian, hujah, cadangan, program dan aktiviti bagi menangani masalah sosial ini diutarakan. Perlakuan sosial yang negatif dalam bentuk devian sosial tidak seharusnya merupakan satu petunjuk ke atas kelemahan masyarakat  untuk membudayakan pembangunan secara positif yang berteraskan prinsip dan nilai-nilai  murni kemanusiaan serta agama.

Pengertian masalah sosial remaja
Secara umumnya masalah sosial  merangkumi berbagai perlakuan  negatif anggota  masyarakat yang tidak membawa sokongan dan keuntungan kepada kekuatan sistem dan struktur ekonomi yang diamalkan  dalam sesuatu masyarakat ataupun negara.
Secara perundangan tidak terdapat definisi yang khusus  bagi mengkategorikan remaja. Akta Pekerjaan Kanak-Kanak dan Orang Muda 1996 mentakrifkan  seorang kanak-kanak adalah mereka yang  berada dalam lingkungan umur 10 hingga 14 tahun. Dalam Akta Pengangkatan  1952,  kanak-kanak didefinisikan mereka yang berumur 21 tahun ke bawah. Walaupun setiap akta ini tidak menjelaskan peringkat umur tertentu, secara umumnya dalam membicarakan masalah remaja, golongan remaja yang perlu ditumpukan adalah yang berumur  di bawah 21 tahun dan sebahagian besar daripada mereka masih dalam alam persekolahan.
Statistik Gejala Sosial Remaja
Di Malaysia,  remaja merangkumi lebih daripada separuh keseluruhan penduduk. Oleh kerana bilangannya yang ramai, maka masalah yang berkaitan dengan kelompok ini juga banyak.
Data dan statistik  banyak menunjukkan keruntuhan akhlak di kalanagan remaja di negara ini adalah semakin serius. Mengikut  Pihak Berkuasa Jenayah Bukit Aman (Berita Harian, 22 September 1993) antara tahun 1990 dan 1992 sahaja, seramai 37602 individu ditahan  bagi kesalahan jenayah harta benda  serta kekerasan. Daripada  jumlah ini, seramai 3450 atau 9.17%  adalah remaja dan dalam kalangan  remaja yang diberkas pula, kesalahan yang dilakukan  boleh dibahagikan kepada jenayah kekerasan dan harta benda.
Perangkaan polis menunjukkan, antara kes jenayah yang selalu dilakukan oleh remaja adalah pecah rumah, rusuhan, pergaduhan sesama mereka, salah guna dadah, mencuri basikal atau motosikal (Utusan Malaysia, Januari 1992).
Jenayah yang dilakukan  oleh remaja  bukan hanya berlaku di kawasan bandar raya atau bandar-bandar besar sahaja, malah di merata tempat di seluruh pelusok negara. Sebagai contoh, di Kedah sahaja, sebanyak 307 kes jenayah  berlaku sepanjang tahun 1991. Daripada jumlah itu, 73 kes membabitkan pelajar sekolah. Mengikut pembahagian kaum, seramai 204 kes melibatkan kaum Melayu, 54 remaja  Cina dan 47 adalah remaja kaum India.
Berdasarkan statistik, kes melibatkan remaja jelas meningkat antara tahun 1990 dan 1992. Pada tahun 1990, sebanyak 657 kes dicatatkan, diikuti 830 kes pada tahun 1991 dan 1487 kes pada tahun 1992.
Satu lagi kesalahan yang melibatkan remaja adalah lari atau hilang dari rumah. Pada tahun 1990, terdapat 1578 kes, 1991 (1981 kes), 1992 (2221 kes) dan 1993 (1485 kes).
Dari segi jenayah melibatkan bahan berbahaya seperti dadah psikoaktif, antara tahun 1990 dan 1992, daripada jumlah 22912 penagih dadah  yang ditahan, 2856 orang (12.46%) adalah remaja.
Statistik seterusnya adalah bersabit kesalahan akhlak yang amat serius  dari kaca mata masyarakat Malaysia, iaitu perbuatan maksiat di kalangan  remaja. Menurut Menteri Perpaduan Negara dan Pembanguan Masyarakat, Datuk Napsiah Omar (Berita Harian, 3 Februari 1992), bilangan remaja  yang rosak ahklak masih tinggi. Pada tahun 1988, sebanyak 3978 kes dicatatkan, 4111 kes pada tahun 1989,  3763 kes pada tahun 1990  dan sebanyak 2658 kes sehingga bulan Oktober 1991.
Satu lagi tabiat  remaja  yang menampakkan potensi untuk menjadi gejala yang sukar dibendung adalah kegemaran  mereka membazir masa. Istilah yang popular digunakan kini adalah “budaya lepak”. Satu kajian   di dua buah rumah pangsa  di Kuala Lumpur mendapati sebanyak 90% remaja kaum Cina terus pulang ke rumah selepas sekolah, sebanyak 72% remaja kaum India  berbuat demikian dan hanya 5.8% remaja kaum Melayu pulang ke rumah selepas sekolah (Utusan Malaysia, 11 Mac 1993).
Punca Keruntuhan Akhlak
Daripada data dan statistik yang dibentangkan, terbukti keruntuhan ahklak di kalangan remaja masih pada tahap yang tinggi. Keruntuhan ahklak ini dapat dilihat  dari pelbagai sudut. Antara punca yang dikenal pasti adalah seperti berikut;
1. Salah satu faktor yang dikaitkan dengan keruntuhan akhlak remaja adalah penglibatan dalam jenayah. Remaja yang terlibat dalam jenayah bukan sahaja datang daripada keluarga yang miskin tetapi juga  keluarga berada, malah segelintir daripada mereka berasal daripada keluarga yang  mempunyai latar belakang yang baik.
Justeru, bolehlah dikatakan bahawa punca-punca keruntuhan akhlak  yang utama adalah kemerosotan dari segi asuhan, didikan, bimbingan serta kawalan oleh ibu bapa atau penjaga. Selain itu, tekanan  hidup, sikap mengejar kemewahan serta penglibatan dalam aktiviti sosial lain menyebabkan ibu bapa  dan anak kurang  mempunyai masa atau kesempatan untuk bercakap, berbincang, berdamping antara satu sama lain. Malah  ada yang jarang bersua muka. Keadaan ini menyebabkan remaja membawa cara hidup sendiri tanpa panduan dan pengawasan ibu bapa.
Keluarga yang terlalu mewah cara hidupnya  juga menyebabkan keruntuhan disiplin remaja. Sebagai contoh, ibu bapa yang terlalu memanjakan anak-anak kerap memberikan  wang saku  yang terlalu banyak. Perbuatan ini menyebabkan mereka mudah dipengaruhi  oleh remaja lain yang bersuka-suka. Kesan pergaulan  bebas dan terpengaruh dengan rakan-rakan sebaya  yang rosak akhlak akan memburukkan lagi keadaan. Juga sikap ibu bapa  yang tidak mengambil berat  tentang kelakukan dan pergaulan anak  remaja  mendorong pada kerosakkan ahklak. Remaja yang terlalu awal terdedah kepada alam masyarakat yang mempunyai sikap yang kompleks tanpa bimbingan mencukupi daripada ibu bapa juga merupakan  salah satu faktor keruntuhan akhlak.
Antara punca-punca lain keruntuhan akhlak yang berkaitan dengan hubungan kekeluargaan adalah alam rumah tangga yang tidak teratur, perpisahan ibu bapa, pertengkaran yang kerap berlaku dalam keluarga, keadaan sosio-ekonomi yang sempit, suasana rumah tangga yang tidak harmonis dan tenteram serta tidak keupayaan pihak penjaga mengawasi pendidikan anak-anaknya boleh juga membawa kepada kancah keruntuhan moral.
Justeru, sebagai ibu bapa  dan anggota masyarakat yang bertanggungjawab, kita seharusnya  menjalankan kewajipan dengan merancang  aktiviti, mengenal pasti masalah anak, memberi nasihat,  pedoman, memberikan kemudahan-kemudahan serta mengawal selia anak sepanjang masa.
2. Pengaruh persekitaran, luaran dan media massa juga sentiasa membentuk perilaku  para remaja yang masih mentah dalam menghadapi cabaran hidup. Pelbagai dorongan yang kurang sihat dipaparkan  melalui persekitaran ini yang seterusnya menyebabkan mereka terikut-ikut  dengan pengaruh ini. Lantaran itu untuk memenuhi keinginan ini, mereka merayau-rayau di pusat-pusat membeli-belah, pusat permainan video dan secara tidak langsung terlibat dalam pergaulan bebas.
3. Pengaruh di sekolah juga penting dalam pembentukkan akhlak remaja. Tekanan yang dihadapi pelajar semasa di sekolah kerana tumpuan terpaksa diberikan dalam akademik serta guru yang kurang profesional dalam menangani masalah pelajar yang bermasalah akhirnya menyebabkan pelajar mengambil jalan mudah untuk keluar daripada masalah itu dengan terlibat dengan kegiatan-kegiatan yang kurang sihat. Situasi ini didorong oleh kurang perhatian daripada ibu bapa di rumah.
Cara Mengatasi Masalah
Perbincangan  mengenai keruntuhan ahklak remaja adalah berkisar isu pelajar remaja. Justeru, strategi mengatasi masalah seharusnya ditumpukan pada golongan remaja  ini. Berikut beberapa saranan:
1. Peranan ibu bapa adalah amat penting dalam memberikan perhatian yang serius terhadap anak-anak mereka. Ibu bapa mestilah memperhatikan setiap gerak-geri atau pergerakan anak-anak mereka. Ibu bapa   hendaklah sentiasa mengetahui dan mengenal pasti masalah yang dihadapi oleh anak mereka serta sanggup meluangkan masa untuk mengatasai masalah tersebut. Ibu bapa juga seharusnya mengetahui rakan-rakan anak mereka dan sentiasa memastikan anak-anak mereka berkawan dan bergaul dengan mereka yang mempunyai kedudukkan moral yang baik. Selain itu ibu bapa hendaklah menghabiskan sebahagian daripada masa seharian bersama anak-anak mereka dengan memberikan keyakinan, keberanian, mewujudkan sikap positif terhadap masalah, emosi dan keputusan. Selain itu tingkatkan penghayatan anak-anak terhadap agama, nilai-nilai murni, motivasi, melatih anak cara bersopan, prinsip-prinsip akauntabiliti, tepati janji, berketerampilan, menunjukkan keperibadian yang mulia, amanah, sanggup menerima kelemahan diri serta meneroka potensi anak. Ibu bapa hendaklah menjadi role model kepada anak.
2. Pendekatan akademik. Ini boleh dilakukan dengan menambahkan aktiviti-aktiviti berteraskan akademik dan separa akademik  seperti kegiatan ko-kurikulum di sekolah. Begitu juga dengan perubahan-perubahan teknik-teknik pengajaran seperti penggunaan komputer, video, bantuan alat pandang dengar dan teknik pengajaran luar kelas.
3. Mewujudkan sistem perundangan di sekolah. Peruntukan undang-undang di peringkat sekolah boleh menimbulkan rasa takut di kalangan  pelajar sekolah, di samping mengurangkan beban dan tanggungjawab pihak sekolah dan pihak ibu bapa  dalam pengawasan disiplin.
4. Penguatkuasaan Undang-Undang oleh pihak berkuasa seperti polis. Bidang kuasa polis yang sedia ada perlu digunakan oleh pihak pentadbir sekolah dalam mendisiplinkan pelajar-pelajar. Pihak pentadbir hendaklah mengambil kesempatan dengan merujuk masalah pelajar ini kepada pihak polis.
5. Langkah-langkah pencegahan yang bersesuaian hendaklah diadakan seperti kaunseling di peringkat sekolah. Kaunseling di peringkat sekolah adalah penting dalam membantu remaja mengatasi masalah mereka. Program ini akan lebih bermakna sekiranya kaunselor-kaunselor yang berkelayakan dan berpengalaman dilantik dalam memantapkan pelaksanaan dan keberkesanan kaunseling tersebut.
6. Persatuan Ibu Bapa dan Guru (PIBG) perlulah memainkan peranan yang penting. Pertemuan yang lebih kerap antara ibu bapa, penjaga dan guru perlu diadakan khasnya bagi pelajar-pelajar yang bermasalah. Ibu bapa seharusnya menerima teguran daripada guru dengan sikap terbuka dan positif. PIBG jangan lah jadi umpama “KUCING TAK BERGIGI, TIKUS LOMPAT TINGGI-TINGGI”
Kesimpulan
Pelbagai langkah boleh diambil dan dilaksanakan, tetapi apa yang lebih penting: ibu bapa mestilah memainkan peranan dan tanggungjawab dalam mengatasi masalah keruntuhan akhlak di kalangan remaja. Dengan kata lain, walau apapun langkah yang diambil oleh mana-mana pihak, tanpa kerjasama daripada ibu bapa, nescaya gejala ini sukar diatasi.