Selasa, 29 Januari 2013

All About Singkong Gajah

SINGKONG GAJAH


Sebagai bentuk perhatian terhadap perekonomian para petani di Kaltim, Borneo Environmental Community (BEC) membudidayakan singkong gajah. Tanaman singkong ini memiliki ukuran lebih besar dibandingkan singkong pada umumnya, dengan diameter batang 8 cm. Untuk masa tanam 10 bulan, satu pokok bisa menghasilkan singkong gajah 40 kg.
Prof Dr Ristono MS, peneliti dari Universitas Mulawarman (Unmul) menemukan tanaman ini pada 1992. “Sebetulnya tanaman ini sudah lama tumbuh di Kaltim. Saya menemukannya di beberapa tempat, seperti Manggar (Balikpapan) dan Marangkayu (Kukar). Tapi varietas singkong gajah ini hanya dijumpai di wilayah Kaltim,” tutur Ristono.
Cara tanam singkong ini sangat mudah, dengan sistem stek bisa tumbuh. Batang singkong dipotong lalu ditancapkan dalam tanah yang gembur. Hasilnya pun berbeda dengan singkong biasa yang ditanam menggunakan proses okulasi atau dicangkok. “Dalam jangka sembilan bulan, kalau singkong biasa hasil panennya 2-3 kg dalam satu pokok, maka dengan singkong gajah bisa mencapai 10-20 kg,” jelasnya.
Bersama BEC, Ristono ingin membudidayakan singkong gajah ini di Samarinda. Pilot project- nya di Barambai, Sempaja Utara dengan lahan seluas 2 hektare (ha). Minggu depan bakal dimulai penanaman bibit. Keunggulan tanaman ini bukan hanya perawatannya yang mudah, namun juga kebal terhadap hama.
“Rasanya juga lebih gurih, seperti ada menteganya. Teksturnya juga sangat lunak tidak seperti singkong biasa yang keras,” tambahnya. Singkong ini tak hanya bisa diolah menjadi tepung tapioka tapi juga dapat menghasilkan produk bio-etanol sebagai bahan bakar kendaraan. Untuk menghasilkan bahan bakar, singkong ini mesti diolah melalui proses distilasi (penyulingan).
Hasil panen singkong gajah bisa mencapai 100 ton/ha, sedangkan singkong biasa 40 ton/ha. BEC Kaltim mendatangkan satu truk bibit singkong gajah ke Samarinda, Selasa (22/7). Bibit ini didatangkan dari tempat pembibitan utama di perbatasan Balikpapan-Kukar sebanyak 30.000 bibit. Bibit ini akan ditanam di kawasan Barambai, Sempaja. Jadi total bibit yang sudah diserahkan kepada BEC Samarinda 50.000 bibit.
Lewat budidaya singkong gajah ini ke depan dapat tercipta lapangan usaha, seperti mendirikan UKM, pabrik tapioka. Bahkan, singkong gajah bisa menjadi komoditi ekspor setelah diolah menjadi bio-etanol.
“Saat panen raya Desember nanti, kami akan menggelar sosialisasi singkong gajah ini dalam bentuk getuk lindri sepanjang 2008 meter. Rencananya, aksi ini akan dicatat dalam museum rekor Indonesia (MURI). Sampelnya diambil dari daerah penghasil tanaman tersebut di Kaltim,” ucap Ristono.


RISALAH DAN KARAKTERISTIK SINGKONG GAJAH

Penemuan Singkong Gajah dimulai dari tahun 2006 dan mulai dikembangkan pada tahun 2008, koleksi berbagai jenis Singkong Unggul yang dimiliki oleh BEC diteliti kembali oleh Prof. Ristono khususnya hasil inventarisasi dari berat umbi basah yang dihasilkan pada satu batang cabutan pohonnya di atas 20 kg diperoleh data berat pada satu jenis varietas yang “lokal” yaitu, 21  kg, 22 kg, 25 kg, 32 kg, 42 kg dan tertinggi adalah 46 kg.  Pada akhirnya dilakukan kesepakatan untuk memberikan nama varietas tersebut. Berbagai usulan muncul dengan hasil akhir ada tiga nama yang perlu dipertimbangkan yaitu: Genjah, Lembusana, dan Gajah. Atas pertimbangan yang mendalam untuk berbagai kepentingan maka diputuskan nama varietas Singkong Unggul yang dikembangkan oleh BEC tersebut adalah SINGKONG GAJAH, dimana keunggulan varietas ini terletak pada: (1) berat umbi, (2) kemudahan penanaman, (3) bisa langsung dikonsumsi sebagai bahan makanan pengganti beras dengan rasa ketan, dan (4) umur panen 6 – 10 bulan.

Karakteristik Singkong Gajah

Sebagai Lembaga Swadaya Masyarakat BEC (Borneo Environmental Community) telah terdaftar di Badan Kesatuan Bangsa & Politik Provinsi Kalimantan Timur dengan No.220/562/orm/2009, Tanggal 08 April 2009 yang berorientasi pada Lingkungan Hidup.

BEC telah menemukan jenis Singkong di Kalimantan Timur yang diberi nama “SINGKONG GAJAH” sebagai varietas ”Asli” Kalimantan Timur yang ditemukan oleh Prof. Dr. Ristono, MS (Ketua Umum BEC) dan dipublikasikan melalui Koran Lokal dan Internet sejak tanggal 08 juli 2008. Sosialisasi dan pengembangan dimulai tanggal 01 Juni 2009 dengan acara “Panen Raya dan Bazar Singkong Gajah”  dilaksanakan di Desa Bukit Pariaman (Separi 1) Kec. Tenggarong Seberang, Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur.

Dalam rangka penelitian dan pengkajian yang telah dilakukan LSM BEC dengan berbagai Media Tanam, Input Teknologi, dan Jenis Tanah yang berbeda menghasilkan variasi umbi basah cabutan per stek pada umur 9 bulan dengan berat 7 kg – 42 kg. Dari berbagai sampel cabutan Singkong Gajah dengan umur antara 4 – 9 bulan memiliki rasa yang enak dan gurih dengan tekstur empuk bahkan ada nuansa rasa ketan. Berbagai jenis olahan Singkong basah menjadi makanan diperoleh kualitas yang bagus antara lain berupa Keripik, Gethuk, Tape dan Bahan sayur pengganti kentang, dan lainnya yang memiliki potensi Ekonomi yang cukup tinggi.
Umbi umur 9 – 12 bulan mempunyai kadar pati yang tinggi sehingga berpotensial sebagai bahan Chip Gaplek, Tepung Tapioka, Tepung Mocal (Pengganti Gandum) dan Bioethanol. Dengan demikian Singkong Gajah akan memiliki potensi strategis secara Nasional sebagai Bahan Pangan dan  Bahan Bakar Nabati (Energi).
Secara fisik Singkong Gajah memiliki sistem perakaran yang kuat sehingga memungkinkan bisa menyerap (menahan) air dan sangat berguna bagi keperluan irigasi dan pengendalian banjir. Sedangkan pertumbuhan batang, cabang dan daun mencapai tinggi 5 meter. Tumbuhan ini mempunyai potensi tinggi dalam penyerapan CO2, dengan demikian keberadaan Singkong Gajah besar peranannya bagi pengendalian ekosistem.
Kandungan Sianida yang relatif rendah pada Singkong Gajah terlihat pada daun yang bisa langsung dimakan oleh ternak (ayam, kambing, dan sapi) tanpa menimbulkan pengaruh negatif pada ternak tersebut. Hal itu juga terlihat pada umbinya, karakteristik semacam ini mempunyai nilai lebih baik dibandingkan dengan varietas singkong lainnya walaupun mempunyai produktivitas yang tinggi namun tidak dapat langsung dimakan oleh ternak maupun manusia, disebabkan tingkat Kandungan Sianida yang tinggi membuat jenis singkong variates yang lain beracun dan apabila dalam pengolahannya tidak  menggunakan metode yang benar akan membahayakan mahluk hidup dan merusak lingkungan.
Potensi kandungan Tepung pada Singkong Gajah akan mencapai titik maksimum pada umur tanaman antara 9 – 12 bulan, dengan demikian apabila Industri Tepung Tapioka mengunakan bahan baku dari Singkong Gajah sebaiknya  pada umur panen tersebut.
Sehubungan dengan kondisi iklim di Kalimantan Timur yang sulit dibedakan antara musim penghujan dan kemarau, maka penanaman Singkong Gajah maupun panen di Kalimantan Timur sangat diuntungkan Dengan demikian penyediaan bahan baku untuk industri Tepung Tapioka dapat dilakukan setiap saat dengan rotasi tahunan tanpa memandang hari maupun bulan dengan luasan areal yang besar tersedia. Perlu diwaspadai adanya siklus musim kering sepuluh tahunan sekali di mana bahaya kekurangan air bisa muncul, maka di dalam metode  penanaman Singkong Gajah dalam skala luas harus ada penyediaan tandon air yang difasilitasi dengan mesin pompa air. Pemanfaatan air dan mesin ini sangat diperlukan khususnya pada waktu panen umbi.
Varietas Singkong Gajah ini sudah memperoleh dukungan dari INSTANSI PEMERINTAH yang terkait dan GUBERNUR Kalimantan Timur maupun BANK KALTIM.


ANALISA BUDIDAYA SINGKONG GAJAH


Menanam singkong gajah sebenarnya sangat menguntungkan. Asalkan pemasarannya lancar. Diasumsikan hasilnya rata-rata 10 kg/batang dan harga rp 1000/kg. Di pasar-pasar kota Samarinda harga rp 2000/kg. Hasil pemasukan disini termasuk penjualan bibit singkong gajah yang dipotong-potong sepanjang 20 cm. Disini diasumsikan lahan milik sendiri dan dikerjakan sendiri oleh petani.
berikut adalah ilustrasinya:

http://singkonggajah.files.wordpress.com/2010/09/biaya.jpg
Sumber: http://singkonggajah.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar